Minggu, 08 Januari 2017

KOPERASI SYARIAH 212; GERAKAN YANG BAGUS, GERAKAN YANG BERLANJUT

Sebuah gerakan, bagaimanapun cara dan tujuannya, akan tampak heroik. Bilamana ada semangat dan usaha keberlanjutan. Tidak berhenti kemudian mati suri, ketika gerakan itu dimuat media dan/atau tuntutan terpenuhi.

Gerakan reformasi 98 nampak melempem dan hancur berkeping-keping, selain karena tokoh reformasi 98 telah saling berebut kursi dan bertengkaran, dan juga visi besar reformasi hanya menjadi simbol dan legalitas.

Memang kran kebebasan telah dibuka, lebar, dan luas sebagai tuntutan reformasi. Tapi kebebasan yang tidak berkeadilan telah memberi ruang bernafas bagi paham radikalisme, mengkuat. Disamping kebebasan menganut paham radikalisme, adalah sah, selama tidak bertentangan dengan empat pilar kenegaraan dan kebangsaan.

Puncak dari kebebasan itu, terutama kebebasan berpendapat, tampak pada maraknya berita hoax yang sarat kebencian. Di tengah para penganut paham radikal, yang berbasis agama, mendapat momentum.

Yaitu pernyataan Ahok di Pulau Seribu yang menimbulkan persangkaan, bahwa Ahok menista kitab suci. Sehingga serentetan aksi 'Bela Islam' digelar, salah satunya aksi 212.

Bagaimanapun aksi 212, yang kontroversial, rasis, dan mengancam kelangsungan ruh kebhinekaan, tetapi saya menyebutnya heroik.

Disebut heroik, karena gerakan aksi 212 'Bela Islam', tidak monolitik hanya berkutat pada gerakan jalanan. Tetapi, oleh para elit GNPF sebagai protokoler aksi menindaklanjutinya dengan sebuah gerakan ekonomi (klik: koperasisyariah212.com).

Diinisiasi oleh Eka Gumilar dan dinahkodai Syafii Antonio, seorang berketurunan Tiongkok yang mualaf, muncul lah Koperasi Syariah. Oleh Gus Fayyadh, gerakan Islam ini diapresiasi, karena sebagian muslim progresif dan muslim liberal tampaknya hanya berkutat pada meja diskusi tapi minus aksi.

Dan setidaknya, Koperasi Syariah ini akan menjadi tamparan keras bagi ormas Islam moderat yang mengaku memiliki nasab ulama kharismatik, sejarah perjuangan menegakan kemerdekaan, dan anggotanya yang berpuluh juta jiwa, tapi kurang dikoordinasi agar terlibat dalam aksi konkrit.

Dimana sebelumnya anggota dan ormas Islam moderat bangkit di tengah jejaring media sosial dikuasai oleh penganut Islam keras dan ormas Islam radikal, kemudian ormas Islam moderat mulai bangkit dan menggalang kekuatan di media sosial. Belum lama bangkit dan belum terlihat hasil ekspektasinya, ormas radikal yang diprotokoleri GNPF mendirikan Koperasi Syariah. Kemudian akan dimunculkan Koperasi Islam Moderat, begitu kira-kira, sekedar untuk mengimbangi. Dan terus menerus gerakan ormas Islam moderat hanya untuk mengimbangi dan menandingi.

Walau demikian, agak mengkecewakan, selama ormas Islam moderat bersikukuh melawan paham dan gerakan ormas Islam radikal. Setidaknya tidak akan ada jaminan bagi keberhasilan gerakan Islam radikal, walau ditindaklanjuti bagaimanapun juga.

Hanya saya salut, karena ormas Islam radikal, terutama FPI. Dari hari ke hari (seperti judul roman karangan Mahbub J) mulai belajar dan berbenah, tidak bebal seperti batu. Yaitu berawal dari gerakan Islam berbasis premanisme, sampai gerakan ekonomi Islam yang bertujuan mensejahterakan umat.

Surabaya, 8 Januari 2017